Invesco.id - Kasus penyebaran dan penularan Covid-19 masih belum berujung. Hingga saat ini, Covid-19 sudah menembus 2 juta kasus di Indonesia.
Terkait lonjakan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pesimistis kalau perekonomian Indonesia akan tumbuh sesuai target harapan. Kabarnya Sri Mulyani akan merevisi pertumbuhan ekonoi pada kuartal II tahun 2021. Apalagi pemerintah jadi memberlakukan PPKM Mikro.
Melansir Kontan, Menkeu Sri Mulyani pada mulanya memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang April-Juni 2021 berada pada rentang 7,1 persen hingga 8,3 persen year on year (yoy). Namun, Menkeu menekankan ekonomi pada kuartal II-2021 akan tetap berada pada zona positif.
Associate Director of Research and Investment Maximilianus Nico Demus mengatakan jika ekonomi kembali lesu akan berdampak pada beberapa sektor secara langsung. Sektor tersebut diantaranya adalah otomotif, properti, dan consumer goods.
"Semua saham-saham dari ketiga sektor tersebut bisa melemah apabila kondisi ekonomi kembali melambat," katanya mengutip kontan, Selasa (22/6/2021).
Menurutnya, saham-saham dari sektor tersebut akan langsung terdampak lantaran masuk ke dalam saham-saham yang tergantung dengan daya beli.
"Jika, kasus Covid-19 terus mengalami peningkatan, tentu saja hal ini akan membuat masyarakat kembali menurun karena menunda konsumsinya," tambahnya.
Hanya saja, Nico tak dapat memperkirakan sejauh mana potensi penurunan saham-saham tersebut apabila ekonomi kembali turun.
"Karena kami melihat kalau pun perekonomian kembali turun, tentu tidak akan sedalam seperti yang dulu. Kalaupun mengalami penurunan paling hanya sementara," tambah Nico.
Untuk pelaku pasar yang masih menggenggam saham-saham dari ketiga sektor tersebut, Nico menyarankan agar terus mencermati setiap situasi dan kondisi yang ada saat ini.
Jika pelaku pasar dan investor yakin bahwa distribusi dan vaksinasi berlangsung lebih cepat dari pada penyebaran Covid-19, maka penurunan harga saham itu merupakan sebuah momentum untuk melakukan akumulasi beli.
Sebaliknya, apabila pelaku pasar tidak yakin akan situasi dan kondisi perekonomian, berganti sektor mungkin bisa menjadi sebuah pilihan.
Nico menilai ada beberapa saham dari ketiga sektor tersebut masih cukup menarik untuk dicermati. Misalnya saja PT Astra International Tbk (ASII), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Dari segi valuasi saham-saham tersebut saat ini juga terbilang murah.
Jika melihat pergerakan sahamnya, saham ASII sudah terkoreksi 4,45% dalam sepekan terakhir, kemudian saham CTRA menurun 3,55% dalam seminggu ini, ICBP melemah 1,23% dalam seminggu, dan UNVR minus 2,42% dalam sepekan terkhir.
Sambil mewaspadai kondisi saat ini, Nico bilang investor juga bisa melirik saham-saham dari sektor teknologi dan perbankan yang merupakan salah satu primadona sejak awal tahun.
Sementara itu, Head of Investment PT Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe memandang ke depannya lonjakan kasus Covid-19 akan tidak banyak mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Menurutnya pergerakan IHSG sudah cukup kebal dengan naik dan turunnya kasus Covid-19.
Ia juga optimistis kondisi ekonomi akan tetap melaju pada tahun ini. Hal ini salah satunya didorong oleh program vaksinasi Covid-19.
Seperti diketahui Presiden Jokowi menargetkan vaksinasi bisa mencapai 1 juta orang per harinya. Bila target tersebut tercapai maka ekonomi juga akan kembali pulih.
Ia juga masih mempertahankan target IHSG di level 6.800 sampai akhir tahun 2021. Hingga akhir bulan ini, Kiswoyo memperkirakan IHSG akan bergerak ke level 6.150.
Baca Juga: Sektor Properti Suram di Masa Pandemi, Siapa Bilang?
Nah jika IHSG kembali mengalami koreksi, Kiswoyo menambahkan pelaku pasar bisa mencermati saham-saham blue chip seperti TLKM, ASII, BBCA, dan BMRI. Adapun target harga untuk TLKM di Rp 4.000, ASII dengan target harga Rp 6.000, BMRI di harga Rp 7.000, dan BBCA di level harga Rp 35.000 per saham. [*/ram]